Berbicara mengenai sejarah dan olahraga memang tidak pernah ada habisnya. Aktivitas fisik seperti berlari dan memanah sudah dilakukan oleh nenek moyang Indonesia sejak zaman primitif, namun kala itu aktivitas fisik yang dilakukan hanya sebatas untuk mempertahankan diri, karena memang saat itu untuk bisa memperoleh makanan manusia harus berburu dengan cara memanah dan menombak.
Berbeda dengan zaman sekarang, aktivitas fisik yang dilakukan memiliki tujuan tertentu, baik dalam rangka peningkatan kebugaran kardiovaskular ataupun karena tuntutan pekerjaan seperti profesi pemain bola, basket dan lain sebagainya.
Baca Juga: 4 Cara Mencuci Tangan yang Benar
Lantas seperti apa sih olahraga di masa lampau? Mau tau sejarahnya? Silahkan kita bahas bersama dalam tulisan berikut ini.
Sejarah Olahraga di Indonesia
Dalam pembahasan berikut ini, kami akan membagi sejarah olahraga ke dalam beberapa periode, mulai dari zaman primitif sampai ke zaman kemerdekaan. Tanpa berlama-lama, langsung saja kita masuk pembahasan. Cekidot.
1. Zaman Primitif
Pada zaman primitif, anak Indonesia saat itu dididik oleh ayahnya sesuai dengan kebutuhan hidup waktu itu. Ikut ayahnya menangkap ikan di sungai, berburu dan sebagainya merupakan kegiatan-kegiatan yang lazim kala itu, karena memang itulah keterampilan yang dibutuhkan, terlebih lagi setelah mereka memasuki usia dewasa. Jadi metode yang digunakan kala itu adalah menirukan dan mencoba.
Aktivitas-aktivitas fisik seperti mengayun, meniti, menyelinap, menggantung, lari dsb merupakan kegiatan wajib dalam keseharian mereka. Dalam aktivitas fisik ini juga kecerdasan, mentalitas, ketrampilan dan sebagainya mereka diuji, sehingga pendidikan mereka bersifat menyeluruh, tidak hanya menyehatkan tapi juga mencerdaskan.
Seperti pada bangsa-bangsa primitif lainnya, suku-suku di Indonesia juga mengenal upacara inisiasi, misalnya pada perubahan dari status pemuda menjadi orang dewasa, atau dari bujangan menjadi berkeluarga.
2. Zaman Kerajaan
Kehidupan zaman kerajaan di Indonesia ditandai oleh sistem pemerintahan feodalistik, dimana seorang raja memiliki jarak dengan rakyatnya dengan adanya pegawai, prajurit dan bangsawan.
Dari tulisan-tulisan kuno dapat dibaca bahwa mengabdi kepada raja merupakan kehormatan dan untuk itu diadakan persyaratan-persyaratan atau ujian-ujian. Dari naskah-naskah itu tidak terbaca adanya usaha-usaha peningkatan kemampuan fisik, walaupun itu dianggap harus dimiliki. Hal-hal yang ditonjolkan saat itu bersifat kejiwaan dan intelek serta kemampuan yang melebihi manusia biasa, misalnya tidak nampak oleh musuh, mampu membuat tidur lawan, dan kebal terhadap senjata tajam dan mantra-mantra lainnya.
Dalam hubungan ini patutu disebut pencak silat yang juga merupakan kemampuan yang perlu untuk melindungi kelompok, maka pendidikan pencak silat tidak berlangsung secara terbuka, tetapi rahasia. Para murid juga diharuskan merahasiakan kemampuannya demi keselamatan kelompok.
Karena manusia kuno sangat hormat dan segan terhadap binatang buas maka tidak mengherankan kalau beberapa cara membela diri dihubungkan dengan kemampuan atau cara menyerang dan bertahan binatang-binatang seperti kera, burung elang, dan sebagainya.
Zaman kerajaan juga mengenal pendidikan prajurit melalui pemerintah ngurung atau mengepung harimau oleh barisan prajurit bersenjatakan tombak. Perantara langsung semacam ini tentu saja memerlukan ketabahan yang besar. Pemberani sajalah yang tinggal dan dengan begitu terkumpullah kelompok prajurit yang tangguh.
Di abad ke 18 dan 19 di mana raja-raja sudah banyak ditundukkan oleh penjajah, pendidikan cinta tanah air melalui pencak silat semakin dilaksanakan serta sembunyi-sembunyi.
Yang di Jawa dilaksanakan agak terbuka adalah latihan-latihan pencak silat yang dikaitkan dengan pelajaran tarian-tarian. Walaupun hanya bentuk luar saja yang nampak, pada kenyataannya telah membuat anak-anak menjadi berminat untuk mendalami pencak silat lebih jauh, dan berhasil membuat anak menjadi lebih teruji jiwa raganya.
Permainan yang banyak digemari dan terdapat secara luas di Indonesia adalah sepak raga, suatu permainan bola dengan bola anyaman rotan. Ketangkasan mempertahankan bola dengan bola iringi dengan bunyi-bunyian gendang atau gamelan, rebana, dan sebagainya. Perminan dapat dilakukan sendirian atau boleh dua, tiga orang sekaligus dengan menggunakan satu bola saja.
Keberanian dan ketabahan diuji dalam permainan ujungan , yaitu dimana dua pemuda sambil menggunakan tongkat rota mencoba mengenai kaki atau punggung lawannya. Permainan ini tersebar di Jawa dan Nusa Tenggara.
Juga terdapat sejenis tinju yang terkenal dengan nama okol. Ini terdapat di Jawab Timur. Di Nias pemuda-pemuda diukur ketangkasannya dengan kemampuannya meloncati tembok setelah mengawal pada batu besar di depan tembok itu. Permainan dimana seorang anak, sambil mengawasi pangkalannya harus menemukan teman-teman yang bersembunyi sangat baik untuk menguji keberanian dan akal anak.
3. Zaman Penjajahan
Pengaruh Swedia masuk di Nusantara melalui perwira-perwira angkatan laut kerajaan Belanda, a.I. Minkema yang di tempatkan di Malang. Di Kota itu ia juga mengajar gymnastik kepada perwira, bintara A.D. dan guru-guru sekolah. Pada tahun 1920 ia dibantu oleh Claessen yang berijazah guru latihan jasmani untuk sekolah menengah.
Dr. Minkema dapat mempengaruhi pejabat-pejabat pusat di Jakarta sehingga pada Departemen Pertahanan dibentuk bir “Pengembangan dan Hiburan”.
Baca Juga: Cara Mengajar Penjas yang Baik dan Benar
Pada tahun 1922 di Bandung dibuka Sekolah Olahraga dan gymnastik militer, dimana telah ada Perkumpulan Latihan Jasmani. Di situ dididik guru-guru gimnastik selama 1 setengah tahun.
Di sekolah normal dan Kweekschool juga diajarkan latihan jasmani. Mereka yang memenuhi persyaratan dapat memperoleh akta (hak) mengajar olahraga, yang disebut akta J (pemula) dan akta S (lanjutan).
Sebelum Perang Dunia II di Surabaya ada GIVIO, suatu Lembaga Pemerinta tempat mendidik guru-guru olahraga.
Setelah Perang Dunia II dan Bandung di duduki oleh tentara Belanda didirikan Akademi Pendidikan Jasmani. Olahraga di sekolah berupa permainan, atletik dan sema. Di luar jam-jam sekolah ada kesempatan untuk belajar renang dan latihan atletik, sepakbola, bola basket dan sebagainya (di sekolah menengah).
Cabang-cabang olahraga dalam zaman penjajahan Belanda belum banyak yang digemari. Yang ada hanya sepakbola, atletik, renang, tenis dsb.
Sesuai dengan taraf perjuangan bangsa Indonesia terbentuklah perkumpulan-perkumpulan olahraga yang bersifat nasionalis. Misalnya PSSI didirikan untuk menandingi NIVU yang didirikan oleh orang-orang Belanda. Juga Indonesia Muda sebagai kumpulan putera-puteri Indonesia telah memiliki bagian olahraga sepakbola dan atletik. Pola ini kemudian berjangkit pula ke dalam perkupulan pemuda-pemuda lainnya.
Berbagai pertandingan dan perlombaan besar penyelenggaraannya dirangkaikan dengan pasar malam, misalnya di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, yang diadakannya sekali setahun.
Suatu fenomena yang khas adalah adanya bagian sepakbola dari sandiwara keliling. Di suatu kota dimana perkumpulan sandiwara itu mengadakan pertunjukan, mereka juga mengadakan acara memperebutkan piala melawan perkumpulan-perkumpulan sepakbola setempat.
4. Zaman Jepang
Indonesia diduduki Jepang selama tiga setengah tahun. Di sekolah-sekolah suatu pelajaran diisi dengan senam pagi yang disebut taisho, dan dilakukan sebelum mulai belajar. Jam olahraga diisi dengan secara bergiliran dengan baris-baris, sumo (gulat cara jepang), lari sambung membawa pasir dalam karung, rebutan bendera yang dilaksanakan antara regu-regu yang terdiri dari tiga orang. Permainan dan atletik semakin terdesak oleh olahraga Jepang, antara lain Kenda yang dilakukan dengan tongkat bambu.
Pelajaran olahraga di sekolah terkenal dengan sebutan gerak badan.
5. Zaman Merdeka
Walaupun baru saja merdeak, dan sibuk menghadapi serangan-serangan balatentara Belanda yang bersembunyi di bawah selimut sekuta masuk Indonesia, pemerintah RI telah memberi perhatian kepada olahraga yang waktu itu masih dikenal dengan istilah gerak badan. Ini terbukti dari adanya saran tertulis dari Panitia Penyidik Pengajaran (Desember 1945) mengenai pendidikan dan pengajaran, diantaranya mengenai gerak badan. Panitia menyatakan bahwa pendidikan baru lengkap kalau ada pendidikan jasmani (istilah baru gerak badan), sehingga tercapai suatu harmoni (keselarasan). Mereka juga menyarankan adanya latihan militer untuk murid-murid SMT (SMA) dan pelajar puteri melaksanakan pendidikan jasmani perlu diperhatikan nasihat dokter. Bahan pelajaran sedapat-dapatnya diambil dari khazanah permainan dan kesenian nasional. Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani perlu pula memanfaatkan musik (irama) kepanduan dianggap perlu, tetapi perlu dicegah terjadinya akses-akses. Biaya pelaksanaan pendidikan jasmani diberik oleh Pemerintah. Setiap sekolah perlu dilengkapi dengan lapangan olahraga. Untuk secepatnya mampu melaksanakan ide-ide di atas, perlu mengadakan kursus-kursus kilat untuk para guru.
Baca Juga: Cara Mengenal Bakat Olahraga Seseorang
Dari apa yang terbaca di atas itu terlihat bahwa Pemerintah RI zaman itu sudah cukup luas pandangannya dan mendukung pelaksanaan olahraga di sekolah.
Dalam undang-undang nomor 12 tahun 1954 yang menyatakan berlakunya undang-undang No. 4 tahun 1950 (RI) untuk seluruh wilayah Nusantara, maka peraturan-peraturan lain menjadi hapus. Undang-undang No. 4 tahun 1950 memuat tentang pendidikan jasmani dalam Bab VI sebagai berikut:
Pasal 9: Pendidikan jasmani yang menuju kepada keselarasan antara tumbuhnya badan dan pekembangan jiwa, dan merupakan suatu usahan untuk membuat bangsan Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir batin, diberikan pada segala jenis sekolah.
Penjelasannya pasal 9 itu adalah: “Untuk melaksanakan maksud dari pada II pasal 3 tentang tujuan pendidikan dan pengajaran, maka pendidikan dan pengajarah harus melputi kesatuan jasmani-rohani.
Pertumbuhan jiwa dan raga harus mendapat tuntunan yang menuju ke arah keselarasan, agar tidak timbul penyebelahan ke arah intelektualisme atau ke arah kekuatan fisik saja.
Keselarasan Pendidikan Jasmani menjadi pedoman pula untuk menjaga agar pendidikan jasmani tidak melenceng dari rel tujuan dari pendidikan keseluruhan.
Pendidikan jasmani merupakan usaha pula untuk membuat bangsa Indonesia sehat dan kuat lahir batin. Oleh karena itu pendidikan jasmani berkewajiban juga memajukan dan memelihara kesehatan badan, terutama dalam arti preventif, tetapi juga secara kolektif”.
Sekolah-sekolah untuk mendidik guru pendidikan jasmani adalah SGPD dan akademi PD, di samping itu ada kursus-kursus BI, kursus instruktur PD, kursus ulang PD.
Olahraga menjadi sarana “nation building” dan khususnya untuk dipakai menggembleng para pemuda untuk menjadi manusia-manusia Indonesia baru yang “berani melihat dunia ini dengan muka terbuka, tegak, fisik kuat, mental kuat, rohani kuat, jasmani kuat”.
Menjadi olahragawan yang berprestasi tinggi sama harganya di bidang manapun di mana seseorang telah berprestasi tinggi pula: ilmu, keprajuritan, keguruan, dan sebainya. Dedikasi, mempersembahkan hidup untuk Indonesia, menjadi pendorong kuat untuk berprestasi tinggi sehingga menjunjung tinggi nama baik Indonesia.
Ini seirama dengan persiapan-persiapan Asian Games IV yang akan diselenggarakan di Indonesia. Olahraga di luar sekolah dilakukan melalui BATIDA-BATIDA dan kemudian KOGOR-KOGOR untuk menyiapkan olahragawan-olahragawan yang diperlombakan antar daerah untuk mempu membentuk tim Indonesia yang tangguh dalam Asian Games IV 1962. Dan memang terbukti hasil yang diperoleh Indonesia kala itu cukup memuaskan. Belum pernah Indonesia meraih medali emas, perak dan perunggu sebanyak tahun 1962 itu.
Itulah Informasi seputar sejarah olahraga di Indonesia, semoga bisa menambah wawasan kita semua. Sekian dan terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar